Setiap kekuasaan, baik kerajaan hingga bentuk Republik sekarang ini, selalu dibayangi oleh berbagai ketidakstabilan dan risiko separitisme serta berbagai pemberontakan kelompok yang bersifat sporadik atau perlawanan yang lebih terorganisir. Peristiwa Perang Diponegoro misalnya, muncul akibat penindasan oleh kaum kolonial yang berpadu dengan aliansi di antara kaum elite yang dipimpin oleh sang pangeran. Sementara pada pemerbontakan petani di Banten abad ke-19 adalah perlawanan rakyat untuk menentang kekuasaan kolonial Belanda. Berbagai pemberontakan di Nusantara dapat dilatari oleh semangat agama, semangat primordial, hingga keyakinan tradisional seperti konsep tentang Ratu Adil, atau semangat ideologis seperti dalam pemberontakan komunis 1926 dan 1948. Sebagian besar pemberontakan itu bertujuan mengganti landasan dan tatanan yang ada dengan tatanan baru agar kehidupan menjadi lebih baik.
Setiap kekuasaan, baik kerajaan hingga bentuk Republik sekarang ini, selalu dibayangi oleh berbagai ketidakstabilan dan risiko separitisme serta berbagai pemberontakan kelompok yang bersifat sporadik atau perlawanan yang lebih terorganisir. Peristiwa Perang Diponegoro misalnya, muncul akibat penindasan oleh kaum kolonial yang berpadu dengan aliansi di antara kaum elite yang dipimpin oleh sang pangeran. Sementara pada pemerbontakan petani di Banten abad ke-19 adalah perlawanan rakyat untuk menentang kekuasaan kolonial Belanda. Berbagai pemberontakan di Nusantara dapat dilatari oleh semangat agama, semangat primordial, hingga keyakinan tradisional seperti konsep tentang Ratu Adil, atau semangat ideologis seperti dalam pemberontakan komunis 1926 dan 1948. Sebagian besar pemberontakan itu bertujuan mengganti landasan dan tatanan yang ada dengan tatanan baru agar kehidupan menjadi lebih baik.